Forum

Jumat, 25 November 2011

MENGGAPAI PUNCAK HARAPAN

             
Suasana tentram dan damai di sore itu mendadak menjadi riuh dan heboh ketika terdengar pengumuman adanya ijin bermalam (IB) di IPDN Kampus Sumatera Barat. Ya, pada sore itu jum’at 18 november 2011, diumumkan pada seluruh praja IPDN Kampus Sumatera Barat bahwa besok hari sabtu tanggal 19 November 2011  akan diberikan ijin bermalam bagi satuan nindya dan madya praja sampai hari minggu tanggal 20 November 2011. Ada berbagai macam ekspresi saat itu, ada senang, sedih, gembira, bingung dan segala macam. Berbagai rencana pun dibuat oleh beberapa orang praja. Namun saat itu tak terlintas sedikitpun dibenak ku untuk melaksanakan (IB), karena beberapa alasan, termasuk masalah financial. Namun ternyata tidak satu orang saja yang merasakan hal yang demikian. Ketika ngobrol kesana kemari ternyata banyak juga praja yang bernasib demikian.

Jam 7 malam, waktu makan malam pun tiba, seluruh praja melaksanakan makan malam. Ditengah makan malam terdengar suara pengumuman, “Bagi seluruh anggota wapa manggala, diharapkan berkumpul didepan kelas setelah makan malam, tertanda koordinator”. Setelah makan malam aku pun bergegas untuk menuju depan kelas karena aku adalah salah satu anggota dari wapa manggala IPDN Kampus Sumbar. Pengarahan dan instruksi pun disampaikan oleh koordinator yaitu ato, dan berbagai usulan dan masukan pun dilontarkan oleh rekan yang lain. Namun tak seorang pun mengungkap rencana (IB). sampai ada seseorang yang bertanya, “ koor, gimana rencana IB?”, tanyanya sambil tersenyum. Mulai dari sinilah berbagai keinginan mulai dari snapling, long march hingga rencana pendakian gunung pun terungkap. Namun ternyata tidak semua yang berminat untuk melakukan pendakian gunung, karena memang belum jelas gunung mana yang akan kita daki, antara merapi dan singgalang. Hal ini terjadi karena mengingat status gunung marapi yang masih beraktifitas, sehinnga kita membuat plan b yakni ke gunung singgalang. Akhirnya malam itu pun terpilih 13 orang luar biasa yang terketuk hatinya untuk melakukan pendakian di esok hari tanpa memperdulikan apa yang akan terjadi dan apa yang menjadi kendala bagi mereka, karena tidak sedikit dari mereka yang mengorbankan rencana sebelumnya, bahkan beberapa dari mereka pun tidak tahu mau mencari uang dari mana karena memang kondisi financial yang lagi kembang kempis. Namun sangat salut pada ketiga belas orang yang memiliki semangat untuk meraih puncak meski berjibaku dengan permasalahan yang ada termasuk permasalahan dengan pihak lain. Ketiga belas orang itu adalah, ato’, berli, arif hidayat, Alvin, lutfan, ronaldy , syahta, arif setyo, hendra, bakti, yoland, serta bagas, serta aku yoga. Kami semua adalah anggota wapa manggala IPDN Kampus Sumatera Barat.

 Malam pun berjalan, pembagian tugas pun dilakukan. Ato’ sebagai koor membagi tugas, syahta bendahara, yoga dan arif cek perlengkapan, yang lain ada yang mencari tenda, dan mencari angkot untuk transport tasi. Malam ini semua sibuk persiapan, karena memang recananya kita sudah mulai start dari pagi. Tas ok, SB ok, nesting ok, kompor ok. Persiapan malam itu beres tinggal membeli logistic dan mengambil tenda di pak dedy. Doa kami terakhir dimalam itu adalah ya Tuhan bantulah kami untuk menikmati keagungan alam ciptaanmu. Sambil berharap cuaca besok hari akan cerah….
            Mentari pagi di sabtu itu menyapa dengan hangatnya, rupanya Tuhan sungguh berpihak pada kita. Cuaca pagi itu sungguh tak terduga, langit yang biru dengan sedikit awan putih membuat pagi itu terrasa sangat indah. Ketiga belas orang terpilih sangat  semangat untuk menggapai puncak. Apel pelepasan IB pun dimulai , rasa ingin segera meninggalkan kampus pun mencuat di hati. Pengambil apel yang lama membuat kedongkolan semakin meradang. Tapi sabar, harus sabar memang bila ingin meraih puncak.

            Setelah beberapa waktu berdiri tegap di lapangan apel, akhirnya apel pun usai. Suara pembawa acara menutup apel membuat hati yang meradang menjadi sedikit segar. Ditengah riuh para praja sayup- sayup kudengar suara ato’. “ team elit tiga belas kumpul dibelakang kelas!”. Teriakan itu memang terdengar lirih karena takut kegiatan kita ditahu sama yang lain. Maklum memang kadang kegiatan seperti ini tidak didukung oleh salah satu pihak. “ oke,, pagi ini kita sudah harus bersiap, Tuhan telah memberi anugerah di pagi ini, kita harus bersyukur .kalau begitu saya langsung bagi tugas.” Ungkap ato’ sambil menggulung-gulung surat IB yang dipegangnya. Kita pun berbagi tugas, saya dan ato ambil tenda, hendra dan lutfan pergi ke bukitinggi untuk mengabil uang dan memebeli gas dan yang lain mempersiapkan peralatan lain. Semua bergerak sesuai tugas masing-masing. Hingga kita berkumpul di satu titik keberangkatan. Di rumah bundo ampek angkek kami berkumpul untuk packing logistic dan perlengkapan. Perasaan gugup karena ingin segera bergerak ke puncak pun melanda para anggota tim. Semua sibuk dengan packing barang di tas masing-masing.


            Degup jantung pun terasa berdebar lebih kencang seakan tak sabar untuk segera berangkat. Aku pun melihat awan berarak pun mulai menghampiri langit biru siang itu. “ aduh, kliatannya udah mulai mendung nii…!!” ucap syahta sambil menggaruk-garuk kepalanya. Tapi ya mau bagaimana lagi, dua orang rekan yang pergi ke bukittinggi belum juga menunjukkan batang hidungnya, sehingga semua pun menjadi gelisah. Di satu sisi bagas sangat sibuk menyeting sepatu PDLnya. Dia mengotak atik sepatunya, dan sepertinya ada yang aneh dari sepatunya. “Astagaaaa…!!!”bagas berteriak sehingga mencuri perhatian yang lain. Sehingga yang lain pun terperangah dan bertanya, “ ada apa gass…??” Tanya arif. “ wah celaka jek, sepatu guwe salah ambil, yang kanan ukuran 43 yang kiri ukuran 41, mampus aku ini jekk..” ungkap bagas sambil meratapi nasibnya. Lalu arif pun berkata, “ makanya lo kalau mau gercep liat-liat dong…!!” tertawa sambil mengejek bagas. Ternyata ketika bagas membawa sepatunya boy, dia salah ambil sepatu yang sebelah. Haduh, blunder sekali. Bagas mencoba menukar sepatu sebelahnya dengan Alvin. Kemudian mereka menyepakati untuk menukar sepatu.

             Waktu terus berjalan waktu pemberangkatan yang sudah kita rencanakan sudah lewat. Dan akhirnya yang ditunggu pun datang. Lutfan dan hendra datang dengan nafas terengah-engah. “ waduh, maaf jek, agak lama” ucap hendra sembari tergesa-gesa melepas sepatu PDHnya. Karena waktu sudah masuk untuk sholat dhuhur, maka kita putuskan untuk menunda keberangkatan sampai  selesai sholat dhuhur. Dengan keputusan tersebut bagas pun mengambil tindakan untuk kembali ke kampus untuk mengambil sepatu PDL. Dan yang lain pun mengambil wudhu’ dan menuju tempat sholat. Setelah semua siap untuk sholat, tiba-tiba Alvin menyerga, “ waduh es, jangan-jangan bagas tadi pergi dengan masih pakai sepatuku yang sebelah, perasaan dia tadi tak ku liat lepas sepatu.” Ucap Alvin dengan bingung.” Yaudan cek dulu es!” serga ronaldy. Ternyata benar, bagas pergi dengan sepatu sebelah milik Alvin. Alvin pun bingung karena bagas tidak bisa dihubungi. Haduhhh… blunder kedua…..

            Namun karena bagas agak lama mengambil sepatu, akhirnya bundo pun menawarkan untuk makan siang dirumahnya. Namun biasa lah praja, malu-malu, sok-sok menolak dan akan beli makanan bungkus segala. Namun ujung-ujungnya makan juga ditempat bundo. Dasar praja. Tapi alhamdulillah ternyata blunder bagas kali ini membawa berkah, jadi sementara kami maafkan. Haha. Satu demi satu mengambil piring, nasi dan lauknya. “ hajar terus woy, buat stok dua hari…!!” haha, teriak yoland sambil ketawa-ketiwi.
             Persiapan selesai, makan sudah, mobil pu sudah menunggu di depan rumah. Oke kita sudah siap berangkat. Namun bingung juga mau kemana kita ini. Lalu kita putuskan marapi menjadi prioritas pertama baru yang kedua singgalang. Semua harap-harap cemas, karena sebenarnya kita ingin sekali naik ke marapi tapi mengingat situasi yang sedang waspada membuat kita ragu-ragu. Mobilpun bergerak menuju pos pendakian marapi di koto baru. Perlahan tapi pasti mobil bergerak melewati polisi-polisi yang sedang tidur di sepanjang jalan. Aku pun tak habis pikir kenapa polisi- polisi itu tidur-tiduran ditengah jalan. Namun jangan mempersoalkan itu. Kita kembali ke perjalanan yang menegangkan ini. Awan hitam yang semakin rapat menambah beban pikiran kita yang harus bertumpuk-tumpuk didalam mobil. Dan akhirnya kita tiba di pos pendakian gunung marapi di koto baru.

            Bukannya senang tapi malah bingung, karena tak ditemukan seorang pun penjaga pos pendakian. Padahal kita sangat berharap mendapatkan informasi tentang pendakian marapi saat ini. Kita ambil inisiatif untuk bertanya kepada warga sekitar. Orang pertama yang kutemui adalah seorang pengendara motor yang baru pulang dari ladang. Ternyata dia pun tak tau apa yang kami maksud, karena dia tak mengerti bahasa Indonesia. Kemudian ketika kulihat bapak-bapak yang berada dikebun, kuberanikan diri untuk bertanya. Ternyata bapak itu pun berkata bahwa sampai saat ini jalur pendakian belum dibuka. Ini membuat kita semakin pesimis untuk dapat ke puncak marapi. “ tapi coba saja Tanya ke penjaga tower itu, mungkin dia lebih tahu!” ucap bapak itu sambil mengusap keringat di dahinya. Pernyataan itu menumbuhkan sedikit harapan di hati kami. Kami pun melangkahkan kaki menuju pos jaga tower dengan perasaan penuh harapan besar. Perbincangan pun terjadi, dan akhirnya kita pun menelpon pak jho petugas pos pendakian, namun ketika ditanya lewat telepon pun beliau tidak memberikan keputusan. Hingga akhirnya beliau datang pada 15 menit kemudian. Saat itu pun dia langsung memberikan pengarahan kepada kami, hingga 30 menitpun berlalu. Saat itu kembali kami Tanya boleh atau tidak kita naik, pak jho belum juga menjawab. Beliau terus memberikan arahan. Hingga akhirnya 15 menit kemudian beliau berkata” iya, kalian boleh naik, namun tidak lebih sampai monument dan radius 100 meter dari kawah!” kalimat yang amat kita tungggu pak. Sehingga kita pun langsung mengisi persyaratan administrasi ijin pendakian. Dengan wajah yang penuh kegembiraan dan semangat.
            Semua tas sudah diiturunkan, kami pun siap untuk mengawali expedisi. Dengan diawali berdoa dan teriakan wapa manggala, kita mulai perjalanan. “Sekarang jam 2 lewat 45menit, kita mulai start, mampukah kita memecahkan rekor sebelumnya yaitu 3 jam 50 menit.” Oke kita mulai perjalanan.  Di awal perjalanan ini kita diiringi lagu sepanjang jalan kenangan dan Diana, yang dipadukan dengan suara okullele yang sengaja kami bawa untuk hiburan semata. Ditengah yang lain terengah karena membawa beban yang lumayan berat, ronaldy berteriak sembari mengejek yang lain, “ aduh, masak baru ,membawa berat segitu aja sudah capek.” Yang lain pun hanya tersenyum, karena mereka tahu yang dibawa ronaldy adala 3 jurigen air kosong yang nantinya akan di isi dengan air semua. Perjalanan pun berlanjut denga seru, hingga kita mencapai titik pertama yaitu air terjun jembatan bamboo. Kejernihan mata air dan kesegarannya menggugah kita untuk meminumnya. Sehingga kita semua menikmati air kulkas alami dari merapi.
            Jerigen pun mulai diisi penuh untuk persediaan diatas.perlahan ronaldy pun mulai cemas. “ oh mak, berat juga tasku ini, “ ucapnya dalam kecemberutan. Dan yang lain pun mulai tertawa dan mengejeknya. “ mampus lo, makanya jangan suka ngejek,, hahaha!!” cela lutfan. Ternyata sekarang beban ronaldi  yang paling berat, krena memang isinya air semua. Semua sudah kembali ke posisi, dan kita sudah siap untuk melanjutkan perjalanan.  Kita sudah melewati pesanggrahan, dan bertemu dengan tenda para pendaki lain yang sedang ngecamp di pesanggrahan. Saat itu semangat masih 45, langkah pun tak kalah dengan hembusan nafas yang semakin kencang.
            Satu jam pun berlalu, kekuatan fisik mulai berkurang, tembakau- tembakau yang bersarang didadapun mulai menunjukkan tajinya, sehingga akhirnya kita putuskan untuk istirahat. Seteguk demi seteguk air pun mengalir mebasahi tenggorokan. Tarik nafas panjang, regangkan otot, dan letakkan beban untuk sejenak saja. Suara kicauan burung dan dinginnya udara membuat kedamaian disatu sisi hati. Pergantian tas pun dilakukan oleh beberapa rekan namun tidak untuk ronaldy, tak ada yang mau menggantinya. Dia Cuma berharap teman-teman yang lain banyak- banyak minum agar bebannya segera berkurang. Kasian dia….hahaha
            Nafas sudah mulai normal, semangatpun sudah 45, kita melanjutkan perjalanan. Perjalanan kali ini bener benar penuh warna, bahkan udarapun menjadi hijau karena beberapa oknum anggota yang mengeluarkan gas yang tak bertanggung jawab yang meracuni rekan-rekan yang lain. Sungguh apes yang berada di belakang yang harus menikmati aroma yang kurang sedap dari depan. Jalan semakin terjal dan banyak akar dan pohon tumbang  yang menghadang. Ditambah stamina yang sudah mulai menurun, membuat beberapa orang tertinggal agak jauh di belakang. Ato’ berada paling belakang Karena mengalami masalah dengan kaki dan sepatunya. Sehingga jalan menjadi lambat. Namun salut buat seluruh tim yang terus melangkah tanpa henti dan menapaki jalan setapak di rimba raya yang penuh rintangan. Ditengah kondisi yang sudah menurun pun mereka masih mampu terus untuk mempertahankan kekompakan dan terus berjuang bersama. Lagi-lagi Tuhan berpihak pada kita, cuaca yang mulanya mendung, kini sang surya pun mulai menampakkan diri dari belakang kita. Itu artinya hari ini cerah. Dan kita pun menjadi lebih bersemangat untuk menancapkan kaki di jalan. Hingga kita beristirahat dan melepas lelah, dan terus berharap sore ini kita bisa mencapai cadas ketika sunset tiba.
            Hari semakin sore, jalanan pun semakin menantang. Oksigen di ketinggian yang menipis membuat bernafaspun menjadi tersengal-sengal. Jalanan goa panjang, jalan berbatu tajam dan kemiringan yang semakin tinggi, membuat rasa menyerah hampir menggelapkan mata. Hari sudah menunjukkan pukul 5 lebih 45 menit, itu artinya bahwa 10 menit lagi sunset tiba dan sepuluh menit berikutnya sunset pun menghilah ditengah gelapnya malam. Kita hampir putus asa. Belum lagi beberapa teman yang mengalami keram kaki akibat dingin, sehingga perjalanan menjadi lebih lambat. Namun kami rangkaikan langkah demi langkah untuk menggapai suset di sore itu, meski kita harus bertarung melawan kondisi fisik kita. Ditengah semua tekanan itu, kami tetap optimis bahwa kita mampu tiba di cadas sebelum sunset tiba. Tidak berselang lama, setelah melewati jalan terjal dan bergoa, arif sebagai orang terdepan berteriak”Whoyyy tambah kecepatan kita sudah sampai di cadas!!!” teriakan itu seakan menjadi nyawa bagi kita untuk terus menggenjot langkah menuju sumber suara. Dan akhirnya kita dapat mencapai cadas sebelum sunset tiba. Segala usaha dan keringat kita seakan terbayar dengan anugerah yang sangatlah indah ketika kita lihat cahaya merah dari sang surya yang sedang menuju peristirahatan sementaranya di balik gunung singgalang dan ditemani oleh awan-awan putih disekitar gunung menunjukkan kuasa Tuhan yang begitu besar yang dapat menciptakan lukisan alam yang tak ternilai harganya, sehingga seluruh tim pun tersenyum bahagia menikmati anugerah Tuhan tersebut. Dan kali ini aku percaya bahwa langit paling gelap adalah ketika menjelang pagi, rintangan terberat adalah ketika kita hampir meraih kesuksesan.Terimakasih ya Allah…   
            Sang surya pun sudah menuju ke singgasananya dengan meninggalkan gelap dan dingin yang menusuk tulang. Kita pun harus segera mencari lokasi untuk mendirikan tenda sebelum hari terlalu gelap. Baru beberapa meter kita berjalan, bakti pun berteriak,” aaaaooooo….!!! Kakiku,, minta obat gosokk!!” kaki bakti mengalami kejang karena udara yang terlalu dingin di sore itu. Sehingga terpaksa kita harus merawat bakti sejenak dan kemudian malanjutkan perjalanan. Dan akhirnya kita temukan lokasi camp yang tepat. Dengan nafas tersengal hendra kembali berteriak waktu menunjukkan pukul 6 lebih 15 menit, perjalanan kita adalah 3 jam 30 menit, itu artinya kita memecahkan rekor sebelumnya yaitu 3 jam 50 menit. Semua tim bersorak gembira.
            Karena hari sudah malam, kita tidak membuang waktu lagi, ato’ langsung membagi tugas, beberapa orang mencari kayu, beberapa orang menyiapkan tenda dan sebagian lagi menyiapkan penerangan semua bergerak ditengah kedinginan yang menusuk sampai ditulang. Namun tidak untuk berli, karena kondisinya yang kurang sehat maka ketika tiba di camp, berli lansung terkapar tak berdaya ditengah sunyinya malam itu. Setelah semuanya beres, kita mulai menyiapkan makan malam yang akan kita santap. Kompor sudah disiapkan mie instan juga siap diolah oleh ceff bagas dan syahta. Hingga akhirnya mie instan dan sayur pun menjadi santapan paling nikmat di malam itu. Meskipun tanpa piring dan sendok, semua lahap menyantap hidangan malam itu. Walau hanya itu hidangannya terasa lebih nikmat ketika kita berada pada kondisi seperti itu, dan kebersamaan yang akrab. Membuat kita sadar bahwa kita harus selalu mensyukuri apa yang telah diberi oleh Tuhan dan tidak untuk disia-siakan. Setelah itu menu minum malam pun diracik, beberapa bahan diramu sedemikian rupa menjadi susu kopi jahe yang sungguh nikmat yang mampu mengusir dingin yang bersarang didalam tubuh saat itu.
            Sang dewi malam mulai naik pertanda malam semakin gelap. Satu persatu bintang pun bermunculan seakan tak ingin melihat kami kesepian tanpanya. Kutegakkan badanku sampai ku berdiri. Kulangkahkan kaki ku menuju salah satu sudut batu. Perlahan kutengok kebawah, gemerlap lampu kota padang panjang dan bukittinggi. Sungguh indah tak terkira, lampu kota yang tersusun rapi dibawah ternyata juga tak mau ketinggalan untuk meramaikan malam itu. Tanpa berpikir panjang, kuambil gitar okulele dan kudendangkan sebuah lagu untuk alam, lagu sebagai tanda terimakasih atas sambutan yang diberikan di malam itu. Lantunan laguku disambut oleh teman yang lain, kita sepakat untuk meramaikan dan tidak melewatkan malam ini. Meskipun ada beberapa rekan yang melewatkan malam mini dengan tidur lebih cepat. Namun bagi aku, arif , bakti, syahta dan hendra malam ini sungguh terlalu indah untuk dilewatkan sedetikpun. Meski hanya dengan lagu yang kadang tidak jelas, suara pukulan jurigen yang tak seirama dan denting pukulan nesting yang suaranya entah kemana, tapi kami mencoba menikmati malam mini. Kami ingin menyampaikan isi hati melalui lagu hingga alam malam itu dapat mendengar apa yang kami sampaikan saat itu sehingga hati kami menjadi lega dan gembira tak terhingga sampai-sampii dingin pun tak pernah kami rasakan malam itu.
            Malam menjadi pekat, tanpa terasa waktu telah menunjukkan pukul 12 malam. Niat untuk menikmati malam itu dengan sepenuh hati menjadi terusik ketika kami ingat bahwa perjalanan kami esok masih panjang. Kami ingat, bahwa tujuan kami yang utama bukan hanya disini, bukan sampai bernyanyi dimalam ini saja tapi masih ada puncak yang belum kita gapai. Jangan sampai ketika kita memeperoleh kenikmatan sesaat kita tidak dapat menggapai tujuan kita. Sehingga kita kembali focus untuk menuju ke puncak marapi di esok hari. Dan akhirnya kami putuskan untuk menghentikan kegiatan dan pergi istirahat. Suasana tenda pun menjadi tenang. Namun terdengar beberapa suara dari rekan –rekan yang tidur. Ada yang menggigil kedinginan dan bahkan ada yang tertidur ulas hingga ngorokkk…hrhrhrhh.. dua tenda dan satu terpal yang ada sudah penuh dengan manusia, dan akhirnya akupun harus tidur diluar tenda dengan SB. Kututup resleting SB, kupejamkan mata dan berharap besok dapat bangun pagi untuk persiapan perjalanan menuju puncak.
            Walau tanpa kokok ayam dipagi buta itu, satu persatu kami bangun dari tenda. Hawa dingin yang menyapu lebih dingin dibandingkan malam tadi tak menyurutkan semanagat untuk menuju puncak harapan yakni merapi, titik tertinggi di sumatera barat. Persiapan langsung dilakukan seluruh tim. Mulai membereskan alat tidur, hingga membuat secangkir susu jahe agar bisa menjadi sebuah energy untuk perjalanan menuju puncak. Dan kami pun melakukan sarapan pagi dengan membagi 8 potong roti yang ada menjadi 13 potong. Sungguh kebersamaan yang luarbiasa. Ditengah persiapan dan sarapan, ronaldy tiba-tiba angkat bicara,” daeng, jika, seandainya, bilamana, apabila ada apa-apa ketika diatas bagaimana?”. Ato’pun menjawab dengan bercanda” hahaha, kau ini itu terus yang di omongkan, jika, seandainya, bilamana, apabila,, gak kreatif sekali…!!!”  artinya kita harus berpositif thinking dan selalu percaya bahwa tuhan sayang sama hambanya.
            Pada pukul 5. 30 anggota wapa bergerak menuju puncak. Dinginnya pagi itu sungguh tak terkira. Tipisnya oksigenpun membuat kita menjadi suli untuk bernapas. Langkah kakipun terasa sangat berat untuk menggapai asa. Keputusan untuk mengambil jalan pintas pun arus dibayar dengan kondisi tanjakan yang kemiringannya hampir 90 derajat. Sungguh perjalanan yang sangat berat dan terpaksa kita harus berjalan dengan menggunakan bantuan tangan karena terjalnya jalan yang kita lewati. 30 menit kemudian, tanpa terasa dengan keringat yang sudah membeku, pada hari minggu 20 november 2011 pada pukul 06.00 Wapa Manggala IPDN Kampus Sumatera Barat berhasil menginjakkan kaki diatap tertinggi Sumatera barat pada ketinggian 2.840 mDPL di puncak merapi, puncak harapan yang menjadi misteri di sebagian manusia, namun tidak bagi kita. Ini adalah puncak harapan yang setiap orang tidak akan tahu bila belum menyentuh dan menapakkan kaki disana.puncak harapan yang selama ini kita impikan untuk dapat kita gapai bersama.
 Tidak berselang lama kedatangan kami kembali mendapat sambutan istimewa dari alam. Suara gemuruh dari dapur magma berujung pada semburan material vulkanik yang selama ini kita takutkan ketika ada dikampus, kini berada didepan mata. Rasa takut dan bahagia bercampur tanpa arah. Hari itu akan kami kenang dan tak akan terhapus dari memori kehidupan bahwa hari itu kita telah mengukir sejarah yang luar biasa. Bagaimanapun perjalan menuju puncak adalah perjuangan maka janganlah berhenti berjalan sebelum kau temukan titik tertinggi itu. Janganlah sombong, kita tidak berdaya dengan kesombongan ketika berada di alam bebas, serta percayalah bahwa tuhan selalu memberikan yang terbaik. Maka selaraskan hatimu dengan alam, maka kamua akan menemukan irama kehidupan layaknya kicauan burung serta suara rimba raya yang indah.(agoy P. waskita)    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar